Assalamualaikum Wr.Wb.
PATOS, ETOS, LOGOS. Selamat berkunjung ke Blog kami, " Komunitas Penyuluh Agama Islam Kota Cilegon" semoga kita bisa berbagi, mencari, dan beramal.
Selasa, 13 November 2012
PERPRES NO 50_2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN PENYULUH AGAMA
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
08.18
0
komentar
PP RI NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN PENYULUH AGAMA
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
08.14
0
komentar
Kamis, 08 November 2012
Penghuni Neraka Sakor ( Kajian Tematik Q.S. Al-Mudatsir 40-46 )
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
18.17
0
komentar
Kamis, 01 November 2012
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
10.23
0
komentar
Penyuluh Kecamatan Cilegon Saat Presentasi Penyuluh Teladan Nasional dan Tausiyah di Radio Mandiri 102 MHz
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
09.58
0
komentar
Label:
Photo Kegiatan Penyuluh
Audiensi dengan Steakholders Penais
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
09.41
0
komentar
Label:
Photo Kegiatan Penyuluh
OL Diklat Penyuluh Ahli 2007
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
09.27
0
komentar
Struktur Organisasi FKPAI Kota Cilegon 2012-2017
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
08.55
1 komentar
KBM Menag dan BKN Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
08.08
0
komentar
Kamis, 18 Oktober 2012
TEKS KHUTBAH IDUL ADHA 1433 H /2012 M ( Khutbah Resmi KanKemenag Kota Cilegon )
Hikmah Haji dan Qurban dalam Rekonstruksi Aqidah,
Akhlak dan Soliditas Sosial ( Oleh : Ujang Jaenal Mutakin )
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ
(×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
إنَّ الحَمْدَ لِله نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ الله ُفَلا مُضِلَّ لَهُ ،
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، وَأشْهَدُ أنْ لا إلهَ إلا الله ُوَحْدَهُ لا
شَريْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، وَأمِيْنُهُ
عَلىَ وَحْيِهِ ، وَخِيْرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ ، وَسَفِيْرُهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
عِبَادِهِ ، المْبَعْوُثُ بِالدِّيْنِ الْقَوِيْمِ ، وَالْمَنْهَجِ
الْمُسْتَقِيْمِ ، أَرْسَلَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالمَيِنْ ، وَإِمَاماً
لِلْمُتَّقِيْنَ ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ {
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } آل عمران : 102[ . { يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ
الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً }
النساء : 1[ . { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً
سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً }الأحزاب : 70-71. : (اَمَّا بَعْدُ. فَيَا
عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْن
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Pada pagi hari yang penuh berkah ini, kita umat Islam
berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Bersama-sama kita ruku’ dan
sujud sebagai ujud ketaatan, ketundukan dan kepasrahan kepada Allah SWT. Alunan
takbir dan tahmid kita gemakan, sebagai pernyataan dan pengakuan atas kemaha
agungan Allah SWT. Takbir dan tahmid yang kita kumandangkan, adalah pengakuan, syahsisah,
kesaksiaan, bahwa tidak ada yang pantas ditakuti, tidak ada yang pantas
disembah, kecuali Allah SWT. Oleh karena
itu, melalui mimbar ini, saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada
hadirin sekalian; Mari kita sempurnakan ketawqaan kita kepada Alloh SWT. Mari
tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh
sifat keangkuhan, dan kesombongan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah
SWT. Apapun pangkat dan kebesaran yang kita sandang, sesungguhnya kita kecil di
hadapan Allah. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita di depan manusia,
sungguh tiada daya di hadapan Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Takbir, tahlil dan tahmid kembali
menggema di seluruh muka bumi ini sekaligus menyertai saudara-saudara kita yang
datang menunaikan panggilan agung ke tanah suci guna menunaikan ibadah haji,
rukun Islam yang kelima.
Mereka
yang menunaikan haji dengan penuh semangat dan kekhusyukan melantunkan
pernyataan tauhid yang berulang ulang:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ
لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لا شَرِيكَ لَكَ
Kami penuhi panggilan-Mu ya Allah, kami penuhi
panggilan-Mu Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu Ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu,
kami penuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala pujian, nikmat dan
kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagimu…
Bersamaan dengan ibadah mereka di
sana, di sini kita pun melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah
mereka, di sini kita melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah haji yaitu
puasa hari Arafah, pemotongan hewan qurban setelah shalat Idul Adha ini dan
menggemakan takbir, tahlil dan tahmid selama hari tasyrik. Apa yang dilakukan itu maksudnya
sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah swt.
Ibadah haji dan Qurban tidak bisa dilepaskan dari sejarah
kehidupan Nabi Ibrahim as, karenanya sebagai teladan para Nabi, termasuk Nabi
Muhammad saw, Manhaj Nabi
Ibrahim as harus kita pahami untuk selanjutnya kita teladani terutama dalam
merekonstruksi kehidupan
sekarang dan masa yang akan datang.
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Ketika kita mengenang kembali manhaj Nabiyullah Ibrahim
AS, setidaknya ada tiga hal yang dapat kita ambil hikmahnya dari peristiwa haji
dan Qurban dalam merekonstruksi kehidupan kita.
Pertama, Rekonstruksi kekuatan aqidah, iman atau tauhid
kepada Allah swt.
Nabi Ibrahim as telah mencontohkan kepada kita bagaimana aqidah begitu melekat
pada jiwanya sehingga ia berlepas diri dari siapa pun dari kemusyrikan,
termasuk orang tuanya yang tidak mau bertauhid kepada Allah swt sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا
بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ
وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن شَيْءٍ ۖ رَّبَّنَا عَلَيْكَ
تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ ﴿٤﴾
“Sesungguhnya
Telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain
Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja.” (QS Al Mumtahanah [60]:4).
Salah
satu dampak positif dari aqidah yang kuat akan membuat seorang mukmin memiliki
prinsip yang tegas dalam setiap keadaan, dia tidak lupa diri pada saat senang,
baik senang karena harta, jabatan, popularitas, pengikut yang banyak maupun
kekuatan jasmani dan ia pun tidak putus asa pada saat mengalami penderitaan,
baik karena sakit, bencana alam, kekurangan harta maupun berbagai ancaman yang
tidak menyenangkan, inilah yang membuatnya menjadi manusia yang mengagumkan,
Rasulullah saw bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ اِنَّ
اَمْرَهُ كُلَّهُ لَخَيْرٌ وَلَيْسَ ذَالِكَ ِلأَحَدٍ اِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ ِانْ
اَصَبَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَاِنْ اَصَبَتْهُ ضَرَّاءُ
صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Menakjubkan
urusan orang beriman, sesungguhnya semua urusannya baik baginya dan tidak ada
yang demikian itu bagi seseorang selain bagi seorang mukmin. Kalau ia
memperoleh kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Kalau ia tertimpa
kesusahan, ia sabar dan itu baik baginya (HR. Ahmad dan Muslim).
Ibadah
qurban mengajarkan ketulusan dan kepatuhan kepada Allah dalam segala amal dan
perbuatan. Seberat apapun perintah Allah akan dikerjakan dengan patuh dan taat,
tidak ada tawar-menawar, apalagi menolaknya. Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, serta
Hajar, telah membuktikan aktualisai tauhid yang sangat jelas bagi umat ini.
Keyakinan yang mendalam bahwa keputusan Allah adalah yang terbaik bagi
hamba-Nya, dan harapan yang kuat bahwa janji Allah pasti akan direalisasikan,
bahwa Allah tidak akan pernah menelantarkan hamba-Nya telah menguatkan hati
mereka untuk melakukan pengorbanan yang sangat mahal.
Cinta
mereka kepada anak dan keluarga, tidak menghalanginya untuk taat pada perintah
Allah SWT, kesulitan hidup yang mereka alami tidak mengahalanginya untuk
mensyukuri nikmat Allah, godaan yang datang dari semua arah tidak membuatnya
sedikitpun bergeser menyimpang dari perintah Allah. Konsistensi dan
keteguhan iman inilah yang mengantarkan mereka mendapatkan penghargaan dan
ditempatkan dalam posisi terhormat di antara umat manusia.
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا
لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (120) شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ
اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (121) وَآَتَيْنَاهُ فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الْآَخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (122) [النحل
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang
dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. dan sekali-kali
bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), 121. (lagi)
yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya
kepada jalan yang lurus. 122. dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. dan
Sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh. QS. An
Nahl.( 120-122
Iman
dan tauhid yang ada dalam jiwa harus diaktualkan dalam kehidupan kemanusiaan.
Kali ini ibadah haji dan qurban berbarengan dengan bencana, semakin menegaskan
perlunya perbaikan hubungan kemanusiaan yang berdasaran pada nilai tauhid dan
keimanan.
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Yang Kedua, Ketika kita mengenang kembali manhaj
Nabiyullah Ibrahim AS, hikmah yang bisa kita ambil adalah Rekonstruksi Akhlaq.
Kondisi akhlaq masyarakat kita sekarang kita akui masih
amat memprihatinkan, bila ini terus berlangsung, cepat atau lambat yang lemah
dan hancur bukan hanya diri dan keluarga, tapi juga umat dan bangsa. Seorang ulama Mesir yang wafat tahun
1932 M yang bernama Syauqi Bey, menyatakan :
إِنَّماَ الأُمَمُ الأَخْلاَقُ ماَ بَقِيَتْ وَإِنْ هُمُوْ
ذَهَبَتْ أَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا
Suatu bangsa akan kekal selama berakhlaq, bila akhlaq telah lenyap, lenyaplah bangsa itu.
Suatu bangsa akan kekal selama berakhlaq, bila akhlaq telah lenyap, lenyaplah bangsa itu.
Karena
itu melanjutkan misi Nabi Muhammad saw memperbaiki akhlaq menjadi sesuatu yang
amat penting. Profil Nabi Ibrahim dan keluarganya serta dari ibadah haji yang
harus ditunaikan oleh kaum muslimin sekali seumur hidupnya adalah menjauhi
segala bentuk keburukan dan melakukan segala bentuk kebaikan. Kesimpulan ini
kita ambil dari larangan melakukan keburukan bagi jamaah haji, Allah swt
berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ
مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ
وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ
اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ
وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٧﴾
“(Musim
haji) adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh mengerjakan rafats
(perkataan maupun perbuatan yang bersifat seksual), berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Dan berbekallah kamu,
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal.” (QS Al
Baqarah [2]:197)
Akhlaq
mulia tercermin dari jawaban Ismail as yang meskipun begitu siap untuk
melaksanakan perintah Allah swt berupa penyembelihan dirinya, namun ia tidak
mengklaim dirinya sebagai orang yang paling baik atau paling sabar, tapi ia
merasa hanyalah bagian dari orang-orang yang sabar karena generasi terdahulu
juga sudah banyak yang sabar, Allah swt menceritakan masalah ini dalam
firman-Nya:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ
مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي
إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar”.(QS Ash Shaffat [37]:102).
Karena buah dari kesabarannya yang dilandasi akhlaq
mulia, Alloh SWT, mengganti Ismail AS dengan seekor kambing,
sehingga umat Islam disyariatkan untuk melakukan ibadah qurban, yakni memotong
binatang ternak, baik kambing, sapi, atau unta, untuk dibagikan kepada sesama,
sebagai ketegasan sikap, bahwa kesempurnaan keIslaman kita, tidak hanya
terletak pada kualitas ketulusan penghambaan kepada Alloh, tetapi juga kerelaan
berbagi kapada sesama.
Sungguh tiada habisnya menceritakan
peristiwa besar itu, dan sangat relevan kalau kejadian tersebut dikemukakan
kembali untuk menggugah kesadaran kita akan makna penghambaan, kecintaan dan
pengorbanan, mengingat kian menipisnya kesadaran dalam hati masing-masing kita
untuk berkorban bagi sesama.
Pelaksanaan perintah berqurban, mengajarkan kita untuk
tidak menjadikan kecintaan kita kepada hal-hal yang profan, bersifat duniawi,
baik itu berupa keluarga, harta benda, bahkan jiwa, adalah segala-galanya, dan
menjadikannya sebagai alasan pembenar untuk berbuat dzalim dan aniaya kepada
sesama. Risalah qurban adalah penegasan bahwa mengorbankan
orang lain untuk dan atas nama apapun, tidak dapat dibenarkan, dan tidak boleh
terjadi. Risalah qurban adalah perintah untuk memangkas sifat-sifat
kebinatangan pada diri manusia.
Akhirnya, semoga Alloh SWT membukakan hati kita, hati
saudara kita, hati para pemimpin kita, untuk meresapi makna kejuangan dan
pengurbanan untuk menciptakan kesejahteraan bagi sesama, sehingga cita-cita
untuk mewujudkan negeri yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan
dapat tercapai.
Pengorbanan demi pengorbanan yang
ditunjukkan Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya, adalah teladan paripurna
atas tumbuhnya ketulusan tak bertepi, serta totalitas kepasrahan akan
kemahakuasaan robbul jalil, menjadi titian sejarah yang tak pernah
lekang oleh zaman, tercatat dengan pena emas dalam lembar sejarah kehidupan manusia.
اللهُ اَكْبَرْ (×3)لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Yang Ketiga, Ketika kita
mengenang kembali manhaj Nabiyullah Ibrahim AS, hikmah yang bisa kita ambil
adalah Rekonstruksi Solidaritas dan Soliditas Sosial.
Dalam ibadah haji, kaum muslimin dari seluruh dunia
dengan berbagai latar belakang yang berbeda bisa bertemu, berkumpul dan
beribadah di tempat yang sama, bahkan dengan pakaian yang sama. Ini semua seharusnya sudah cukup
untuk memberi pelajaran betapa persaudaraan antar sesama kaum muslimin memang
harus kita bangun. Bila ukhuwah Islamiyah terwujud dalam kehidupan kita, maka
sebagai umat kita punya kekuatan dan kewibawaan, berbagai persoalan umat bisa
dipecahkan, kualitas umat bisa diperbaiki dan ditingkatkan serta musuh-musuh
Islam bisa dihadapi, bahkan mereka akan takut melihat kekuatan umat yang luar
biasa. Tapi karena ukhuwah umat belum terwujud, maka jadilah umat ini seperti
buih di tengah lautan yang terus mengikuti ke mana beriaknya ombak bukan
seperti karang yang memecahkan ombak. Karena itu peribadatan dalam Islam pada
hakikatnya menyadarkan setiap muslim dan muslimah sebagai bagian dari umat
Islam sedunia dan merupakan salah satu anggota masyarakat Islam sedunia yang
tidak boleh berlepas diri dari persoalan-persoalan dunia Islam. Begitulah yang
kita peroleh dari ibadah shalat, zakat, puasa dan apalagi haji.
Dalam
konteks kehidupan kita sekarang, mungkin saja kita berbeda-beda suku dan
bangsa, organisasi sosial dan politik, bahkan dalam kelompok-kelompok aliran
atau pemahaman keagamaan, tapi semua itu seharusnya tidak membuat kita menjadi
begitu fanatik lalu merasa benar sendiri dan menganggap kelompok lain sebagai
kelompok yang salah. Harus kita ingat bahwa ukhuwah merupakan bukti keimanan
dan bila ini belum kita wujudkan pertanda lemahnya keimanan yang kita miliki,
Allah swt berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ ﴿١٠﴾
Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah Allah, supaya kamu
mendapat rahmat (QS Al Hujurat [49]:10).
Apa
yang menjadi Manhaj
Nabi Ibrahim as ini bila kita ukur dalam konteks negara kita ternyata masih
jauh dari harapan, hal ini karena keamanan menjadi sesuatu yang sangat mahal,
sementara kesulitan mendapatkan rizki atau makan masih begitu banyak terjadi.
Namun kesulitan demi kesulitan masyarakat pada suatu negara dan bangsa ternyata
bukan karena Allah tidak menyediakan atau tidak memberikan rizki, tapi karena
ketidakadilan dan korupsi yang merajalela. Di sinilah letak pentingnya bagi
kita untuk istiqamah atau mempertahankan nilai-nilai kebenaran. Meskipun banyak
orang yang korupsi, kita tetap tidak akan terlibat, karena jalur hidup kita
adalah jalur yang halal.
Setiap
orang bertanggung jawab untuk mewujudkan kehidupan negara dan bangsa yang baik,
namun para pemimpin dan pejabat harus lebih bertanggung jawab lagi. Karena itu,
kita amat menyayangkan bila banyak orang mau jadi pejabat tapi tidak mampu
mempertanggungjawabkannya, jangankan di hadapan Allah swt, di hadapan
masyarakat saja sudah tidak mampu, inilah pemimpin yang amat menyesali jabatan
kepemimpinannya, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ أَلاَ تَسْتَعْمِلْنِى؟ قَالَ: فَضَرَبَ بِيَدِهِ
عَلَى مَنْكِبِى ثُمَّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ: إِنَّكَ ضَعِيْفٌ
وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ
مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيْهَا
Abu
Dzar RA berkata: Saya bertanya, Ya Rasulullah mengapa engkau tidak memberiku
jabatan? Maka Rasulullah menepukkan tangannya pada pundakku, lalu beliau
bersabda: Hai Abu Dzar, sungguh kamu ini lemah, sedangkan jabatan adalah
amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari
kiamat, kecuali bagi orang yang memperolehnya dengan benar dan melaksanakan
kewajibannya dalam jabatannya (HR. Muslim)
اللهُ اَكْبَرْ (×3)لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Ibadah haji yang disyariatkan bagi umat ini,
diantara pesan tekstual yang Allah sampaikan adalah agar mampu memberikan
manfaat bagi sesama manusia.
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ
رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ . لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ
بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِير
27. dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta yang kurus[ yang datang dari segenap penjuru yang jauh, 28.
supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian
daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir.QS. Al Hajj : 27-28
Solidaritas
dan soliditas sosial begitu kuat bagi umat ini ketika pelaksanaan haji. Perhatian dan empati
kepada sesama datang dari semua arah dan sisi. Satu fakta yang menegaskan bahwa
harmoni kehidupan itu dalam solidaritas dan soliditas yang tidak membedakan suku, ras bangsa dan
golongan. Inilah poin penting yang perlu kita garis bawahi, kepedulian
kepada sesama, tidak melakukan perbuatan yang membuat celaka dan bahaya bagi
orang lain.
Ketika menjadi
anak ia pandai membahagiakan orang tua, tidak membuatnya susah dan menderita,
menjadi kebanggaan dan pelita hati mereka.
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثَةِ
أَشْيَاءَ : مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika manusia wafat, terputus semua amalnya kecuali tiga hal, yaitu:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakannya
Ketika
menjadi suami, pandai membahagiakan istri dan anak-anaknya, tidak melakukan
perbuatan yang mengganggu perasaan dan eksistensinya, demikian juga ketika
menjadi istri, ia pandai membahagiakan suami, dan anak-anaknya, menyayangi
dengan penuh cinta.
"أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا، وَخَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ"
Orang beriman yang paling sempurna adalah yang
paling baik akhlaknya, dan yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik
baik keluarganya.
Ketika
menjadi tetangga, ia adalah tetanga yang baik yang tidak menjadi ancaman bagi tetangga
lainnya, mampu menghadirkan rasa aman dan kehormatan bagi tetangga di
sekitarnya. Menjauhi segala tindakan dan perbuatan yang mengganggu apalagi
melukainya
مَا زَالَ جِبْرِيل يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْت
أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Tidak hentinya Jibril mewasiatkan kepadaku tentang tetangga sehingga saya
menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.
Ketika
menjadi pejabat ia berguna bagi rakyatnya, tidak melakukan perbuatan yang
merugikan, memberatkan, apalagi mendzaliminya. Dan lain sebagainya. Akhirnya, Marilah kita rekonstruksi Hikmah
Haji dan Qurban ini dalam memperperkuat akidah, akhlaq, solidaritas dan
soliditas keummatan, kebangsaan dan kemanusiaan kita. Hubungan yang dibangun di
atas landasan iman dan taqwa, dihiasi dengan akhlak mulia yang tertuang dalam
pola saling menghargai dan menghormati, memahami perbedaan sebagai sebuah
kenyataan, tidak untuk dibenturkan tetapi keniscayaan yang harus diterima dan
dikelola dengan sebaik-baiknya. Demikian khutbah idul adha kali ini, semoga
Allah SWT melunakkan hati kita untuk menerima hidayah dan syariahnya,
melunakkan hati kita untuk lebih peduli kepada sesama. Amin ya Rabbal Aalamiin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ .بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ
مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.
فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ
اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ
أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ. فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
08.31
0
komentar
Rabu, 01 Agustus 2012
Khutbah Idul Fitri 1433 H
TEKS KHUTBAH IDUL FITRI
1433 H /2012
“ Implementasi Nilai Puasa dalam
Mewujudkan Hakikat Ketaqwaan Pasca Ramadahan"
( by:Ujang Jaenal Mutakin/Penais Kemenag Kota Cilegon )
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ
(3×)
الله
أَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ
لِلّهِ كَثِيْراً, وَسُبْحَانَ
اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ,
لاَإِلهَ إِلاَّالله وَحْدَهُ
صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ
عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ
وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لَاإِلهَ إِلاَّالله
وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ
إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ
الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ.
الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ
حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ
الأَعْياَدِ ضِياَفَةً لِعِباَدِهِ
الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ
إِلاَّالله لاَشَرِيْكَ لَهُ
الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ
لِلْمُتَّقِيْنَ. وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَناَ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
االداَّعِيْ إِلىَ الصِّراَطِ
المُسْتَقِيْمِ . اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ
عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ.
أَماَّ بَعْدُ: فَيَااَيُّهَا الْعَائِدُوْنَ وَالْفَائِزُوْنَ, أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ.
وَاتَّقُوْا الله حَقَّ
تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ وَقَالَ اللهُ
تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ
عَلَى مَاهَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. صدق الله العظيم.
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Puji dan
syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Sholawat beserta salam
semoga tercurah kepada junjungan kita Baginda yang Mulia Rasulullah Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikutnya, termasuk kita semua yang hadir di
tempat yang mulia ini.
Di pagi
yang berbahagia ini, Gema takbir, tahlil dan tahmid dilantunkan di seluruh penjuru
dunia, menyambut kemenangan besar, kembalinya fitrah insani, kembalinya fitrah
Islami, fitrah Tauhid, yakni penyembahan dan ibadah kepada Allah semata, Laa
ilaha illa Allah huw Allahu Akbar, Allahu Akbar walil Laahil Hamd.
Mari
kita lantunan gema takbir itu dari jiwa tauhid kita, jiwa taubat kita, jiwa
khusyuk kita, jiwa harap kita yang total kepada Allah semata, sehingga Allah
sudi membuka pintu Ampunan-Nya, pintu Rahmat-Nya, pintu Surga-Nya dan pintu
Ridho-Nya kepada kita, dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan Ibadah kita
selama sebulan penuh, yang mungkin kita isi dengan kelalaian jiwa, riya, ujub,
takabur, ghibah, dan berbagai kemaksiatan lainnya, baik yang kita sadari maupun
tidak. “ Robbana taqobbal minna shiyamana, wa
rukuana, wa sujudana, wa tadhoruana, wa tammim taqsiron ya Robbal Alamin....”
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Kenikmatan demi kenikmatan telah kita rasakan, hingga
Alloh menghantarkan kita pada hari ini, Hari Raya ‘Idul Fitri 1 Syawal 1433 H.
Sungguh ramadhan yang baru saja berlalu memberikan kebahagiaan tersendiri bagi
kita, hal ini karena ibadah Ramadhan merupakan sarana-sarana mewujudkan
ketakwaan yang hakiki, sarana untuk
memperbaiki diri, sehingga di akhir Ramadhan kita menjadi pribadi-pribadi yang
unggul dan lebih baik, menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa, memiliki moralitas / akhlak yang baik, dan
menjadi pribadi-pribadi yang kembali kepada fitrahnya, sebagaimana tersurat
secara eksplisit didalam firmannya “la’allakum tattaqun” agar kita menjadi
pribadi-pribadi yang bertaqwa.
Tetapi, akan sangat disayangkan apabila nilai-nilai
positif ini berakhir bersamaan dengan berakhirnya musim ketaatan ini. Adalah
hal yang aneh pula, jika seorang muslim yang begitu khusyu' dan bergairah
melaksanakan amalan-amalan mulia di bulan yang penuh berkah ini, lantas setelah
Ramadhan ia kembali melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai
ketakwaan yang telah ia semai selama rentan waktu sebulan penuh.
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Agar pencapaian peningkatan taqwa bisa kita raih dan
dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari, menjadi penting bagi kita
memahami hakikat taqwa yang sesungguhnya. Dalam bukunya Ahlur Rahmah,
Syekh Thaha Abdullah al Afifi mengutip ungkapan sahabat Nabi Muhammad
saw yakni Ali bin Abi Thalib ra tentang taqwa, yaitu:
الْخَوْفُ
مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَاْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ
وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ
“ Takut kepada Allah yang Maha Mulia, mengamalkan apa
yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), mempersiapkan diri untuk hari
meninggalkan dunia dan ridha (puas) dengan hidup seadanya (sedikit)”
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Dari ungkapan di atas, ada empat
hakikat taqwa yang harus ada pada diri kita masing-masing dan ini bisa menjadi
tolok ukur keberhasilan ibadah Ramadhan kita dan harus senantiasa kita implementasikan
nilainya dalam kehidupan.
Pertama, الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ Takut Kepada Allah. Salah
satu sikap yang harus kita miliki adalah rasa takut kepada Allah swt. Takut
kepada Allah bukanlah seperti kita takut kepada binatang buas yang menyebabkan
kita harus menjauhinya, tapi takut kepada Allah swt adalah takut kepada murka,
siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan murka, siksa dan
azab Allah swt harus kita jauhi. Sedangkan Allah swt sendiri harus kita dekati, inilah
yang disebut dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).
Karena
itu, orang yang takut kepada Allah swt tidak akan melakukan penyimpangan dari
segala ketentuan-Nya,
jikapun berbuat salah, dia segera bertaubat
kepada Allah swt dan meminta maaf kepada orang yang dia bersalah kepadanya,
bahkan bila ada hak orang lain yang diambilnya, maka dia mau mengembalikannya.
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Hakikat taqwa yang Kedua kata Ali bin Abi
Thalib adalah وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ Beramal Berdasarkan Wahyu. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt untuk menjadi
petunjuk bagi manusia agar bisa bertaqwa kepada-Nya. Karena itu, orang yang
bertaqwa akan selalu beramal atau melakukan sesuatu berdasarkan wahyu yang
diturunkan oleh Allah swt, termasuk wahyu adalah hadits atau sunnah Rasulullah
saw karena ucapan dan prilaku Nabi memang didasari oleh wahyu.
Dengan
kata lain, seseorang disebut bertaqwa bila melaksanakan perintah Allah swt dan
menjauhi larangan-Nya.
Dalam
konteks inilah, menjadi amat penting bagi kita untuk selalu mengkaji al-Quran
dan al Hadits, sebab bagaimana mungkin kita akan beramal sesuai dengannya, bila
memahaminya saja tidak dan bagaimana pula kita bisa memahami bila membaca dan
mengkajinya pun tidak.
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Hadirin Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Hakikat taqwa yang Ketiga menurut Ali bin Abi Thalib ra
yang harus kita hasilkan dari ibadah Ramadhan kita adalah وَاْلإِسْتِعْدَادُ
لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ
Mempersiapkan Diri Untuk Akhirat. Mati merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap
orang. Keyakinan kita menunjukkan bahwa
mati bukanlah akhir dari segalanya, tapi mati justeru awal dari kehidupan baru,
yakni kehidupan akhirat yang enak dan tidaknya sangat
tergantung pada keimanan dan amal shaleh seseorang dalam kehidupan di dunia
ini.
Karena itu, orang yang bertaqwa akan selalu
mempersiapkan dirinya dalam kehidupan di dunia ini untuk kebahagiaan kehidupan
di akhirat.
Harus
kita akui banyak diantara kita yang merasa ajal itu masih lama menghampiri
sehingga tidak muncul amal shaleh, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat maupun organisasi sosial dan politik,
keluhan kita adalah tidak punya waktu dan kekurangan waktu. karena itu Allah
swt mengingatkan kita semua:
Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS Al
Kahfi:110).
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Hakikat taqwa yang Keempat
menurut Ali bin Abi Thalib adalah وَالرِّضَا
بِالْقَلِيْلِ Ridha Meskipun dengan hidup
Seadanya. Setiap
kita pasti ingin mendapat sesuatu khususnya harta dalam jumlah yang banyak
sehingga bisa mencukupi diri dan keluarga serta bisa berbagi kepada orang lain.
Namun
keinginan tidak selalu sejalan dengan kenyataan, ada saat dimana kita
mendapatkan banyak, tapi pada saat lain kita mendapatkan sedikit, bahkan sangat
sedikit dan tidak cukup. Orang yang bertaqwa selalu ridha dan menerima apa yang
diperolehnya meskipun jumlahnya sedikit, inilah yang disebut dengan qana’ah,
sedangkan kekurangan dari apa yang diharapkan bisa dicari lagi dengan penuh
kesungguhan dan cara yang halal.
Sikap menerima membuat kita bisa bersyukur, Dan
bersyukur membuat kita akan memperoleh rizki dalam jumlah yang lebih banyak,
bahkan bila jumlahnya belum juga lebih banyak, rasa syukur membuat kita bisa
merasakan sesuatu yang sedikit terasa seperti banyak sehingga yang merasakan
manfaatnya tidak hanya kita dan keluarga tapi juga orang lain.
Demikanlah hakikat ketaqwaan yang harus tercermin
dalam pribadi kita sebagai hamba-hamba yang berhasil mengarungi romadhan nan
suci.
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Hadirin Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Muslim yang sadar akan makna Ramadhan
adalah yang akan terus memelihara interaksinya dengan Allah Ta'ala dengan mengimplementasikan nilai-nilai kebajikan meskipun ia telah tamat dari
Madrasah Ramadhaniyah. Ia sangat yakin bahwa esensi ketakwaan seharusnya dapat
tetap disemai dan ditumbuhsuburkan pada kurang lebih 330 hari pasca Ramadhan.
Ia adalah sosok yang tetap istiqomah berusaha untuk shaleh terhadap dirinya dan
kepada sesama, bahkan kepada makhluk yang lain, meskipun tidak diiming-imingi
dengan ganjaran pahala yang belipat ganda seperti dalam Ramadhan.
Dalam
konteks mengimplementasikan nilai puasa dalam upaya mewujudkan dan mempertahankan
ketaqwaan pasca ramadhan itu, menurut
DR. Muhammad Nasih Ulwan, dalam kitabnya Ruuhiyah ad-Daa’iyah, setidaknya ada lima prinsip yang dapat kita lakukan dalam merefleksikan nilai puasa sebagai sarana
untuk memaksimalkan potensi ketaqwaan pasca Ramadhan:
Pertama, prinsip Al-Mu’ahadah, yaitu ingat pada perjanjian.
Sadar atau tidak, manusia sebenarnya sudah berjanji kepada Allah sejak dalam
kandungan untuk mengakui-Nya sebagai Tuhan, yang dengan janji itu
konsekuensinya manusia harus tunduk
kepada Allah swt.
قُلْ إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْياَيَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ (الأنعام: 161)
“Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. (Al-An’am: 161)
Dengan demikian,
setiap kita sudah berjanji untuk menjalankan kehidupan ini dengan nilai ibadah kepada Allah swt. Kalau tugas kita hanya satu yakni ibadah, bukan berarti yang kita
kerjakan hanya shalat, wirid, zikir, dan sejenisnya, melainkan seluruh perbuatan
yang kita lakukan dari
bangun tidur di pagi hari hingga tidur lagi di malam hari, semua harus bernilai
ibadah, sebagaimana yang kita kerjakan di
bulan Ramadhan.
Prinsip kedua yang harus kita tempuh
untuk bisa mengokohkan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt sebagai
implementasi nilai puasa dalam mewujudkan hakikat takwa pasca ramadhan itu
adalah prinsip Al-Muraqabah,
yaitu merasa dekat kepada Allah swt. Hal itu perlu dilakukan oleh seorang
muslim karena dengan merasa dekat kepada Allah, seseorang selalu merasa di
awasi oleh Allah yang membuatnya selalu berpikir sebelum berbuat dan tidak berani
menyimpang dari jalan Allah, sebagaimana hal ini kita lakukan dibulan Ramdhan. Sikap Al-Muraqabah
memang mutlak harus kita lakukan, mengingat Allah swt. sebenarnya sudah dekat,
hanya kita yang merasa jauh dengan Allah. Allah berfirman:
... وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَاكُنْتُمْ، وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ (الحديد: 4)
“...Dan Dia (Allah)
bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” (Al-Hadiid: 4)
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Hadirin Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Prinsip ketiga yang harus
dilakukan untuk meningkatkan dan mengkokohkan ketakwaan adalah dengan melakukan
apa yang disebut dengan Al-Muhasabah atau menghitung-hitung diri,
introspeksi diri yang juga merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim.
Apalagi kelak setiap amal manusia akan dihisab oleh Allah swt. dan sebelum itu
manusia harus menghisab sendiri amal-amalnya agar dia tahu apakah selama ini
dia lebih banyak beramal saleh atau beramal yang salah. Sahabat Nabi, Umar bin
Khathab pernah mengingatkan hal itu dalam satu ungkapannya,
حَاسِبُوْا اَنْفُسَكُمْ قَبْلَ اَنْ تُحَاسِبُوْا
“Hisablah diri
kalian sebelum kalian dihisab (di hari Kiamat)”
Oleh karena itu, ada
baiknya seorang muslim melakukan muhasabah atau introspeksi setiap harinya,
misalnya menjelang tidur, dia perlu merenungi perjalanan hidupnya hari itu agar
dia meningkatkan kualitas hidupnya pada hari esok. Allah swt. berfirman,
يَأَيُهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ
مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ،
وَاتَّقُوْا اللهَ، إِنَّ
اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا
تَعْمَلُوْنَ (الحشِر: 18)
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah di perbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Al-Hasyr: 18).
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Prinsip yang Keempat, diantara yang harus kita lakukan untuk meningkatkan dan
mengokohkan ketakwaan sebagai implementasi nilai puasa pasca Ramadhan adalah dengan Al-
Mu’aqabah yaitu memberikan sangsi atau menghukum dirinya sendiri bila
tidak melakukan hal-hal yang semestinya dilakukan, apalagi jika sampai
melakukan maksiat. Perlunya
sangsi ini diberlakukan pada diri seseorang muslim, karena akan membatasi
jangan sampai mempermudah terlanggarnya kesalahan- kesalahan yang lain.
Dan Prinsip yang kelima, diantara
yang harus kita lakukan untuk meningkatkan dan mengokohkan ketakwaan sebagai
implementasi nilai puasa pasca Ramadhan adalah dengan melakukan apa yang
disebut dengan Al-Mujahadah yang artinya ‘bersungguh-sungguh’
dalam menjalankan ajaran Islam. Hal ini karena Islam
memang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan. Tanpa kesungguhan, sangat
sulit seseorang untuk bisa melaksanakan ajaran Islam. Shalat lima waktu
menuntut adanya kesungguhan, demikian juga puasa zakat dan infak sedekah. Apabila
seseorang memiliki kesungguhan, meskipun nantinya Allah akan memberikan
kemudahan baginya dalam menghadapi kesulitan itu. Allah berfirman,
وَالَّذِيْنَ
جَاهَدُوْا فَيْناَ لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَناَ،
وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِيْن (الأنكبوت:
69)
“Dan orang-orang
yang berjihad
(bersunggu-sungguh ) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar Kami tunjukan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
berbuat baik” (Al-Ankabuut: 69).
Dengan demikian,
ketakwaan kepada Allah harus kita mantapkan terus karena dengan demikian
seorang muslim akan memperoleh kebahagiaan yang hakiki di dunia maupun di
akhirat.
Allahu Akbar 3x
Walillahilhamdu.
Hadirin
Jama’ah Shalat ‘Idul Fitri Rahimakumullah.
Akhirnya
marilah kita jadikan momen idul fitri ini sebagai langkah awal kita untuk
mengimplementasikan nilai nilai yang terkandung dalam ibadah puasa yang sudah
kita kerjakan, terutama dalam upaya mewujudkan hakikat ketaqwaan selama sebelas
bulan kedepan, sampai kepada bulan ramadhan yang akan datang.
Demikianlah
khutbah singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua yang hadir
disini, semoga kita senantiasa mendapat pertolongan Allah untuk dapat
melaksanakannya sehingga dapat tetap istiqomah dalam ketaatan dan kataqwaan. Amiin ya Robbal ‘alamiin...
جَعَلَناَ
الله ُوَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ وَأَدْخَلَناَ
وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالَى فِيْ
القُرْآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . يُرِيْدُ
اللهُ بِكُمُ اليُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ العُسْرَ وَلِتُكْمِلُوْاالعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوْاالله َعَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ .بَارَكَ الله ُلِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ
العَظِيْمِ وَنَفَعَنيِ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ
مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ
الرَّاحِمِيْنَ
الخطبة
الثانية لعيد الفطر
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر –
الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ
وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ
نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ
المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً
لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ
وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ.
فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ
عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ
التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ
الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ
الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ
الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ.
اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ
الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً
تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ.
يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ.
اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ
وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ
ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ
المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيِنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ
وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ
وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ
وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ
قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ.
رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ
عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيِنَ. وَاَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Diposting oleh
FK-PAI ( Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam ) Kemenag Kota Cilegon
di
09.59
0
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)
ARSIP BLOG
-
▼
2012
(21)
-
▼
November
(9)
- PERPRES NO 50_2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN PENYU...
- PP RI NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATA...
- Penghuni Neraka Sakor ( Kajian Tematik Q.S. Al-Mud...
- Tanpa judul
- Penyuluh Kecamatan Cilegon Saat Presentasi Penyulu...
- Audiensi dengan Steakholders Penais
- OL Diklat Penyuluh Ahli 2007
- Struktur Organisasi FKPAI Kota Cilegon 2012-2017
- KBM Menag dan BKN Tentang Jabatan Fungsional Penyu...
-
▼
November
(9)